Kamis, 19 Mei 2011

Membuka Tabir Kebenaran

Ada ungkapan di Jerman yang menyatakan, "Gunakan uang yang banyak untuk riset, maka riset akan memberimu uang banyak." Di sini penulis meminta ijin untuk sedikit mengubah kalimat di atas, namun sedikit banyak maknanya tidaklah berbeda. "Menulislah yang banyak, maka tulisan akan memberimu uang banyak."

Kalimat tersebut bagi sebagian masyarakat masih diragukan. Pasalnya, masyarakat masih cekak dalam mendefiniskan arti kata pekerjaan. Pekerjaan versi masyarakat, yakni aktivitas yang memiliki mobilitas tinggi. Berangkat pagi, pulang sore. Ada kantor yang representatif, bila perlu di tempat strategis. Bahkan saking cekaknya nalar, ada yang berpaham, pekerjaan itu tidak lepas dari peras keringat dan banting tulang. Cerdas 'okol' tetapi jauh dari akal.

Maka tidak heran jika di sekitar kita, remaja atau jenjang usia di atasnya yang memahami bahwa pekerjaan itu identik dengan aktivitas otot dan keringat semata, mempercepat usia kerutan wajah. Bahasa prokem menamainya, wajah bermutu alias bermuka tua. Walau apapun pekerjaan asal diniati dengan ikhlas dan memiliki kredibilitas positif, dalam arti halal, tidak menjadi soal.

Tetapi bagaimana jika saya menyebut profesi menulis menjadi lahan pekerjaan yang menjanjikan? Menulis itu mudah jika disenangi, ditelateni, dan dipraktikan. Apapun tulisan itu. Dan seorang penulis harus membaca, apapun. Ada anak kecil yang pernah penulis tanya kenapa membawa buku ketika (maaf) buang air besar. Dia bilang, saya suka membaca. Jadi, dim anapun dan kapanpun, membaca adalah bagian tidak terpisahkan dari tulis menulis.

Sekadar curhat lewat buku diary, memanfaatkan blog agar banyak yang mengunjungi kemudian ada yang berminat beriklan diblog kita. Setali tiga uang. Puas batin, puas juga di kantong.

Menulis tidak terikat dengan waktu dan tempat. Terserah kita, mau menulis kapan dan dimana, asal bisa memunculkan ide. Bahkan di kamar pun kita bisa bekerja.

Sebagai testimoni saja, Kang Abik, sapaan penulis buku Ayat-Ayat Cinta, Dalam Mihrab Cinta, dan beberapa karya yang lain mampu meraup untung tidak hanya jutaan rupiah, tetapi miliaran rupiah dari komisi tulisan yang diterbitkan. Andrea Hirata, yang membidani tetralogi Laskar Pelangi telah mengubah hidupnya yang tidak hanya dikenal publik dari karyanya, tetapi juga telah mengangkat kembali oase pendidikan di daerah terpencil di Belitong yang ia kisahkan dengan apik.

Artinya profesi menulis tidak hanya menjanjikan melimpahnya materi, tetapi jejak kehidupan di mata masyarakat juga akan berbeda. Tetapi apakah menulis memang bertujuan mencari fulus? Jika kita sebagai pendidik, jangan sekali pun mengatakan pada siswa kita bahwa menulis untuk mencari uang, tetapi menulis untuk membuka tabir kebenaran. Dengan begitu pada saatnya anak tidak pamrih. Tetapi tanamkan, menulislah untuk membuka kebenaran, maka keberanaran dari tulisan akan memberi uang banyak.

Saat ini, peserta didik di beberapa sekolah, baik di kota maupun di desa tidak lagi berhasrat dengan dunia tulis menulis. Kalau pun ada hanya sedikit sekali. Bagaimana untuk menumbuhkan cinta menulis pada peserta didik?

Pelajaran mengarang sangat ampuh dijadikan solusi untuk mengurai kembali hasrat siswa tumbuh menjadi penulis hebat. Pasalnya pelajaran mengarang seolah menghilang. Siswa sekarang lebih hafal keypad handphone ketimbang huruf dalam keyboard. Diposting oleh BUDI.ES.

1 komentar:

  1. Kebenaran memang harus ditegakkan, walaupun terasa berat dan pahit.

    BalasHapus